MASJID KAPAL TERINSIPIRASI NABI NUH
Keunikan bentuk bangunan sebuah masjid di Baros, Cimahi, Jawa Barat, membuatnya tak sekadar menjadi tempat menunaikan shalat. Seusai shalat, sebagian besar umat biasanya beramai-ramai ke 'cerobong asap' berfoto-foto ataupun menikmati pemandangan batas cakrawala dari ketinggian.
Masjid unik berbentuk kapal ini berlokasi di jalan Bapak Ampi Kelurahan Baros, Cimahi, Jawa Barat. Masjid yang didirikan di tanah wakah keluarga H. Budianto tersebut, nama resminya adalah Masjid Al-Baakhirah. Namun masyarakat menyebutnya Masjid kapal karena bentuknya mirip kapal, meski hanya setengah.
Putra almarhum H. Budianto. Testa Radenta Budianto menjelaskan. Kisah Nabi Nuh dan profesi ayahnya sebagai nakhoda kapal memang menginspirasi keluarganya untuk membangun Masjid berbentuk kapal. ''Luas bangunan Masjid ini sekitar 110 meter persegi dan luas tanahnya sekitar 200 meter persegi.
Ruangan di bawah hanya bisa menampung sekitar 100 jamaah, tapi kalau lantai atas dan pelataran Masjid dipakai, bisa menampung sampai 200 jamaah,'' kata Testa ketika menerima Tim Tour de Java Mudik 2016 yang berkunjung ke Masjid Kapal, pekan lalu.
Ornamen kapal juga menghiasi interior Masjid di antaranya pelampung dan jangkar. Sebuah foto almarhum H. Budianto dipasang di ruang depan. Mimbar untuk khotbah pun terkena sentuhan ornamen kapal. Pada mimbar yang terbuat dari kayu, ada ukiran jangkar di bagian tengahnya. Sementara ruang panel lampu didesain seperti ruang kemudi kapal.
Masjid Al-Baakhirah ini tidak menggunakan kubah pada bagian atapnya. Bagian paling atas Masjid adalah bidang datar. Pada bidang datar itu terdapat tiruan cerobong asap dan panggung kecil untuk tempat radar dan antena.
Setiap saat, terlebih pada bulan Ramadhan, banyak pengunjung yang ingin ke atap untuk menikmati pemandangan maupun berfoto-foto. ''Kami sudah antisipasi bagaimana menghadapi banyaknya warga yang ingin naik ke atas,'' ujar Testa.
Testa mengatakan, pada awal Masjid tersebut dibuka, Mei 2016, banyak warga yang datang dan mereka berusaha naik ke atap. Testa dan pengurus Masjid pun kerepotan karena kapasitas atap Masjid sangat terbatas sementara warga yang ingin ke sana sangat banyak.
Testa dan pengurus Masjid kemudian membuat aturan untuk membatasi pengunjung yang naik ke atap. ''Sekarang kami batasi, yang naik hanya 10 orang dan hanya 20 menit di atas, setelah itu gantian kelompok berikutnya. Selama menunggu antrean, kami minta mereka untuk shalat dulu,'' katanya.
Masjid unik berbentuk kapal ini berlokasi di jalan Bapak Ampi Kelurahan Baros, Cimahi, Jawa Barat. Masjid yang didirikan di tanah wakah keluarga H. Budianto tersebut, nama resminya adalah Masjid Al-Baakhirah. Namun masyarakat menyebutnya Masjid kapal karena bentuknya mirip kapal, meski hanya setengah.
Putra almarhum H. Budianto. Testa Radenta Budianto menjelaskan. Kisah Nabi Nuh dan profesi ayahnya sebagai nakhoda kapal memang menginspirasi keluarganya untuk membangun Masjid berbentuk kapal. ''Luas bangunan Masjid ini sekitar 110 meter persegi dan luas tanahnya sekitar 200 meter persegi.
Ruangan di bawah hanya bisa menampung sekitar 100 jamaah, tapi kalau lantai atas dan pelataran Masjid dipakai, bisa menampung sampai 200 jamaah,'' kata Testa ketika menerima Tim Tour de Java Mudik 2016 yang berkunjung ke Masjid Kapal, pekan lalu.
Ornamen kapal juga menghiasi interior Masjid di antaranya pelampung dan jangkar. Sebuah foto almarhum H. Budianto dipasang di ruang depan. Mimbar untuk khotbah pun terkena sentuhan ornamen kapal. Pada mimbar yang terbuat dari kayu, ada ukiran jangkar di bagian tengahnya. Sementara ruang panel lampu didesain seperti ruang kemudi kapal.
Masjid Al-Baakhirah ini tidak menggunakan kubah pada bagian atapnya. Bagian paling atas Masjid adalah bidang datar. Pada bidang datar itu terdapat tiruan cerobong asap dan panggung kecil untuk tempat radar dan antena.
Setiap saat, terlebih pada bulan Ramadhan, banyak pengunjung yang ingin ke atap untuk menikmati pemandangan maupun berfoto-foto. ''Kami sudah antisipasi bagaimana menghadapi banyaknya warga yang ingin naik ke atas,'' ujar Testa.
Testa mengatakan, pada awal Masjid tersebut dibuka, Mei 2016, banyak warga yang datang dan mereka berusaha naik ke atap. Testa dan pengurus Masjid pun kerepotan karena kapasitas atap Masjid sangat terbatas sementara warga yang ingin ke sana sangat banyak.
Testa dan pengurus Masjid kemudian membuat aturan untuk membatasi pengunjung yang naik ke atap. ''Sekarang kami batasi, yang naik hanya 10 orang dan hanya 20 menit di atas, setelah itu gantian kelompok berikutnya. Selama menunggu antrean, kami minta mereka untuk shalat dulu,'' katanya.