INGIN CARI KESALAHAN ALQURAN, WANITA INI JUSTRU JADI MUALAF
Kisah mualaf kali ini berasal dari seorang wanita bernama Aminah Assilmi
yang menemukan Islam ketika ia mencoba untuk mencari kelemahan dan
kesalahan Alquran.
Kini ia sudah meninggal dunia pada 5 Maret 2010 di usia yang ke-65 tahun karena kecelakaan mobil di dekat Newport, pada saat ia baru saja selesai memberikan ceramah di New York, Amerika Serikat.
Kisahnya bermula dari kesalahan data komputer pada saat ia mendaftarkan dirinya ke perguruan tinggi di Amerika. Pada saat itu, pendaftaran melalui komputer baru diberlakukan untuk pertama kalinya di Amerika. Sembari menunggu hasil pra-pendaftarannya untuk jurusan Wisata, Aminah pergi ke Oklahoma untuk mengurus bisnisnya.
Namun sepulangnya dari Oklahoma, ia terkejut karena komputer salah
mengolah datanya dan nama Aminah masuk ke jurusan Teater yang memaksanya
untuk berhadapan dengan banyak orang.
Aminah yang kuliah dengan menggunakan beasiswa penuh tidak dapat mengubah jurusannya, karena pada saat itu ia baru kembali ke perguruan tinggi tempat ia mendaftarkan diri dua minggu ketika perkualiahan sudah dimulai.
Aminah yang cenderung pemalu akhirnya tetap melanjutkan kuliahnya dan mendapatkan nilai "F" di mata kuliahnya. Aminah adalah gadis yang cerdas, ia juga bekerja sebagai jurnalis penyiaran dan memenangkan penghargaan yang diperuntukkan bagi para profesional.
Aminah merasa kacau ketika harus mengikuti kelas yang mengharuskannya tampil di hadapan sejumlah orang. Atas saran suaminya, Aminah memilih mencari solusi daripada mengorbankan beasiswanya. Ia mendatangi dosennya untuk meminta saran dan bantuan terkait perencanaan pertunjukan yang harus ia tampilkan. Sang dosen menyanggupi dan Aminah segera menuju kelas Teater untuk pertama kalinya.
Aminah merasa kaget ketika pada saat masuk ke kelas Teater karena ia melihat banyak orang Arab (muslim) disana. Ia lalu memiliki niat untuk membatalkan kuliahnya.
"Aku tidak mungkin berada di antara orang-orang kafir itu," kisahnya dalam buku 'Choosing Islam' yang ditulisnya.
Aminah kemudian membatalkan kelasnya pada saat itu juga dan pulang ke rumah. Ia bercerita kepada suaminya tentang hal itu, lalu suaminya menenangkannya dengan berkata, "Mungkin Tuhan punya rencana di balik ini", ujar suaminya.
Dua hari lamanya Aminah berdiam dalam kamarnya. Setelah berpikir panjang, ia membenarkan kata-kata suaminya dan berpikir mungkin dalam kelas Teater itu ia bisa mengkristenkan orang-orang berhijab di kelasnya.
Kemudian pada keesokan harinya, ia berangkat dengan membawa misi untuk mengkristenkan teman-teman kelasnya dan mulai ceramah tentang Kristen dan Yesus pada teman-teman muslimnya dan mengatakan mereka akan masuk surga jika mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat mereka. "Mereka menyikapi penjelasanku dengan sangat sopan, namun tak satupun dari mereka masuk agamaku," ungkap Aminah.
Aminah tak menyerah. Ia pun berencana mencari kelemahan dan kesalahan Islam, yakni dengan mempelajari kitab mereka. Dari salah seorang temannya, Aminah mendapatkan salinan Alquran. Ia tekun membaca dan mempelajarinya setelah itu, dan membuat catatan-catatan mengenai hal-hal dalam Alquran yang dapat diperdebatkan. "Niatku masih sama, mengkristenkan mereka," tegas dia.
Tanpa ia sadari, keseriusan Aminah mempelajari Alquran justru membawa perubahan pada dirinya. Ia tidak lagi tertarik untuk pergi ke pesta dan klub-klub malam, aktivitas yang biasa ia lakukan bersama suaminya. "Suamiku menaruh curiga dan mengira aku selingkuh. Lalu ia mengusirku dari rumah," jelas Aminah.
Setelah berpindah ke apartemen yang baru bersama kedua anaknya, misi Aminah tak berubah. Ia terus mendalami Alquran untuk mengkristenkan teman-teman Muslimnya di kelas Teater.
Satu setengah tahun sejak mulai mempelajari Alquran, pada 21 Mei 1977, seseorang mengetuk pintu apartemennya. Aminah terkejut mengetahui tamunya adalah seorang pria dengan pakaian panjang berwarna putih, dengan kain surban di kepalanya. Pria itu didampingi tiga orang pria lain, pria itu mengatakan, "Saya tahu Anda ingin menjadi seorang muslim."
Aminah membantahnya dan mengatakan dirinya adalah seorang Kristiani yang tidak pernah berkeinginan masuk Islam. "Namun kukatakan padanya bahwa aku memiliki beberapa pertanyaan jika ia tidak keberatan." maka Aminah mempersilahkan keempatnya masuk.
Aminah mengeluarkan catatan-catatan yang telah dibuatnya dan menanyakannya pada pria yang mengaku bernama Abdul Aziz al-Shiek itu, yang sabar menjawab semua pertanyaan Aminah. "Pria itu menjelaskan, mencapai pengetahuan tentang segala sesuatu adalah seperti menapaki anak-anak tangga. Jika aku melangkah tergesa-gesa dan melewati beberapa anak tangga sekaligus, aku bisa jatuh." katanya.
Setelah berbincang dan mendiskusikan banyak hal, di hari yang sama, Aminah mengambil keputusan besar. Ia bersyahadat di hadapan keempat tamunya. "Namun aku belum bisa menerima beberapa hal dalam Islam, sehingga di belakang dua kalimat syahadat yang kuucapkan, aku menambahkan pengecualian, 'Tapi aku tidak akan mau menutup rambutku dengan kerudung dan tidak akan pernah setuju dengan poligami'," kenangnya.
Namun, ia harus membayar mahal atas keislamannya. Ia harus rela diceraikan suaminya, kehilangan hak asuh anaknya, dan bahkan ia kehilangan pekerjaan dan teman-temannya. Bahkan, ayahnya mengatakan ia layak dibunuh.
Namun, Allah mengembalikan semua itu dengan berlipat ganda. Setelah ia menjadi seorang muslim yang taat, Aminah mendapatkan kembali kepercayaan dan penerimaan dari orang-orang terdekatnya, Aminah bahkan dapat kembali memeluk orang-orang terdekatnya sebagai saudara sesama muslim.
Menjadi ketua Persatuan Wanita Muslim Internasional dan masuk dalam daftar 500 Muslim paling berpengaruh dunia pada 2009 adalah hadiah lain atas keteguhan hatinya. Aminah terus mendalami Islam, dan menjadi aktivis Islam yang giat berdakwah hingga akhir hayatnya.
Kini ia sudah meninggal dunia pada 5 Maret 2010 di usia yang ke-65 tahun karena kecelakaan mobil di dekat Newport, pada saat ia baru saja selesai memberikan ceramah di New York, Amerika Serikat.
Kisahnya bermula dari kesalahan data komputer pada saat ia mendaftarkan dirinya ke perguruan tinggi di Amerika. Pada saat itu, pendaftaran melalui komputer baru diberlakukan untuk pertama kalinya di Amerika. Sembari menunggu hasil pra-pendaftarannya untuk jurusan Wisata, Aminah pergi ke Oklahoma untuk mengurus bisnisnya.
Aminah yang kuliah dengan menggunakan beasiswa penuh tidak dapat mengubah jurusannya, karena pada saat itu ia baru kembali ke perguruan tinggi tempat ia mendaftarkan diri dua minggu ketika perkualiahan sudah dimulai.
Aminah yang cenderung pemalu akhirnya tetap melanjutkan kuliahnya dan mendapatkan nilai "F" di mata kuliahnya. Aminah adalah gadis yang cerdas, ia juga bekerja sebagai jurnalis penyiaran dan memenangkan penghargaan yang diperuntukkan bagi para profesional.
Aminah merasa kacau ketika harus mengikuti kelas yang mengharuskannya tampil di hadapan sejumlah orang. Atas saran suaminya, Aminah memilih mencari solusi daripada mengorbankan beasiswanya. Ia mendatangi dosennya untuk meminta saran dan bantuan terkait perencanaan pertunjukan yang harus ia tampilkan. Sang dosen menyanggupi dan Aminah segera menuju kelas Teater untuk pertama kalinya.
Aminah merasa kaget ketika pada saat masuk ke kelas Teater karena ia melihat banyak orang Arab (muslim) disana. Ia lalu memiliki niat untuk membatalkan kuliahnya.
"Aku tidak mungkin berada di antara orang-orang kafir itu," kisahnya dalam buku 'Choosing Islam' yang ditulisnya.
Aminah kemudian membatalkan kelasnya pada saat itu juga dan pulang ke rumah. Ia bercerita kepada suaminya tentang hal itu, lalu suaminya menenangkannya dengan berkata, "Mungkin Tuhan punya rencana di balik ini", ujar suaminya.
Dua hari lamanya Aminah berdiam dalam kamarnya. Setelah berpikir panjang, ia membenarkan kata-kata suaminya dan berpikir mungkin dalam kelas Teater itu ia bisa mengkristenkan orang-orang berhijab di kelasnya.
Kemudian pada keesokan harinya, ia berangkat dengan membawa misi untuk mengkristenkan teman-teman kelasnya dan mulai ceramah tentang Kristen dan Yesus pada teman-teman muslimnya dan mengatakan mereka akan masuk surga jika mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat mereka. "Mereka menyikapi penjelasanku dengan sangat sopan, namun tak satupun dari mereka masuk agamaku," ungkap Aminah.
Aminah tak menyerah. Ia pun berencana mencari kelemahan dan kesalahan Islam, yakni dengan mempelajari kitab mereka. Dari salah seorang temannya, Aminah mendapatkan salinan Alquran. Ia tekun membaca dan mempelajarinya setelah itu, dan membuat catatan-catatan mengenai hal-hal dalam Alquran yang dapat diperdebatkan. "Niatku masih sama, mengkristenkan mereka," tegas dia.
Tanpa ia sadari, keseriusan Aminah mempelajari Alquran justru membawa perubahan pada dirinya. Ia tidak lagi tertarik untuk pergi ke pesta dan klub-klub malam, aktivitas yang biasa ia lakukan bersama suaminya. "Suamiku menaruh curiga dan mengira aku selingkuh. Lalu ia mengusirku dari rumah," jelas Aminah.
Setelah berpindah ke apartemen yang baru bersama kedua anaknya, misi Aminah tak berubah. Ia terus mendalami Alquran untuk mengkristenkan teman-teman Muslimnya di kelas Teater.
Satu setengah tahun sejak mulai mempelajari Alquran, pada 21 Mei 1977, seseorang mengetuk pintu apartemennya. Aminah terkejut mengetahui tamunya adalah seorang pria dengan pakaian panjang berwarna putih, dengan kain surban di kepalanya. Pria itu didampingi tiga orang pria lain, pria itu mengatakan, "Saya tahu Anda ingin menjadi seorang muslim."
Aminah membantahnya dan mengatakan dirinya adalah seorang Kristiani yang tidak pernah berkeinginan masuk Islam. "Namun kukatakan padanya bahwa aku memiliki beberapa pertanyaan jika ia tidak keberatan." maka Aminah mempersilahkan keempatnya masuk.
Aminah mengeluarkan catatan-catatan yang telah dibuatnya dan menanyakannya pada pria yang mengaku bernama Abdul Aziz al-Shiek itu, yang sabar menjawab semua pertanyaan Aminah. "Pria itu menjelaskan, mencapai pengetahuan tentang segala sesuatu adalah seperti menapaki anak-anak tangga. Jika aku melangkah tergesa-gesa dan melewati beberapa anak tangga sekaligus, aku bisa jatuh." katanya.
Setelah berbincang dan mendiskusikan banyak hal, di hari yang sama, Aminah mengambil keputusan besar. Ia bersyahadat di hadapan keempat tamunya. "Namun aku belum bisa menerima beberapa hal dalam Islam, sehingga di belakang dua kalimat syahadat yang kuucapkan, aku menambahkan pengecualian, 'Tapi aku tidak akan mau menutup rambutku dengan kerudung dan tidak akan pernah setuju dengan poligami'," kenangnya.
Namun, ia harus membayar mahal atas keislamannya. Ia harus rela diceraikan suaminya, kehilangan hak asuh anaknya, dan bahkan ia kehilangan pekerjaan dan teman-temannya. Bahkan, ayahnya mengatakan ia layak dibunuh.
Namun, Allah mengembalikan semua itu dengan berlipat ganda. Setelah ia menjadi seorang muslim yang taat, Aminah mendapatkan kembali kepercayaan dan penerimaan dari orang-orang terdekatnya, Aminah bahkan dapat kembali memeluk orang-orang terdekatnya sebagai saudara sesama muslim.
Menjadi ketua Persatuan Wanita Muslim Internasional dan masuk dalam daftar 500 Muslim paling berpengaruh dunia pada 2009 adalah hadiah lain atas keteguhan hatinya. Aminah terus mendalami Islam, dan menjadi aktivis Islam yang giat berdakwah hingga akhir hayatnya.